Sabtu, 12 Januari 2013

Belajar Tertawa


Komedi Tunggal atau lebih dikenal dalam istilah asingnya yaitu Stand Up Comedy menjadi suatu kesenian lama yang kembali populer. Istilah asing untuk menamai suatu seni lawak monolog yang biasanya mengangkat isu-isu keseharian ini dimunculkan kembali oleh beberapa artis seperti Pandji Pragiwaksono dan Raditya Dika. Komedian senior macam Basiyo, Butet, dan Tauvik Savalas juga sering menampilkan seni lawak yang satu ini, namun belum menggunakan istilah populernya, stand up comedy.


Malam itu, untuk pertama kalinya saya menonton Stand Up Comedy di Jogja dengan Headlinernya Pandji Pragiwaksono dan dibuka oleh beberapa comic lokal Jogja dan satu comic dari Jakarta. Lucu, aneh, miris, lucu lagi. Itu kesan yang saya peroleh ketika pertama kali secara live menonton kesenian ini. Saya bukan orang yang humoris, bukan pula orang yang kritis, jadi ketika melihat mereka tampil dengan pintarnya "nyinyirin" diri sendiri dan sekitarnya saya merasa sangat antusias.

Antusias karena penasaran dengan hal-hal apa yang akan "dinyiyirin", antusias karena pengen tahu bagaimana mereka membawakan materi yang kadang banyak diambil dari hal-hal biasa namun terlewat oleh saya dan tentu saja antusias dengan ekspresi penonton yang pasti memberikan penilaian secara tidak langsung kepada para comic.


Setelah diam, tertawa, motret, tertawa lagi, diam lagi, tertawa, ngemil, tertawa lagi selama kurang lebih 2,5jam saya jadi berpikir, seandainya semua orang bisa menertawakan diri sendiri seperti kami yang ada disini, pasti gak ada ya yang namanya kerusuhan, perkelahian dan tindak kekerasan lainnya. Saya jadi tersadar bahwa manusia itu perlu berkepala dingin. Manusia perlu santai untuk hal serius. Manusia perlu bercanda dengan dirinya sendiri. Manusia perlu tersenyum kepada sifat buruknya. Yup, manusia perlu belajar tertawa. Belajar menertawakan diri sendiri.

Tertawa itu susah ketika kita harus mendengar orang lain "nyinyirin" hal yang berarti buat kita. Lucu dan memang ada benarnya, namun ketika hal yang sangat berati untuk kita dibuat lelucon oleh orang yang tidak benar-benar paham artinya untuk kita, rasanya pengen banget nonjok dan buang dia ke Lubang Neraka Uzbekistan!
Dikarenakan saya orang plegmatis, maka saya hanya memendam apabila ada hal-hal yang gak "sreg" di hati saya. Beruntung bahan lawak para comic malam itu tidak ada yang benar-benar mengena di hati saya.



Orang pintar menurut saya adalah orang yang mampu menempatkan dirinya dalam segala situasi. Berlaku pula untuk para comic yang notabene dijuluki sebagai komedian cerdas agar mampu menempatkan dirinya ketika beraksi. Berbeda tempat, berbeda pula hal sensitifnya. Isu Sara, Sex, Difabel biasanya menjadi isu yang "kalau bisa" dihindari untuk dijadikan bahan lawakan karena sensitifitas yang tinggi dari isu-isu tersebut. Indonesia contohnya, di daerah perkotaan mungkin banyak orang yang sudah "open minded" tentang isu-isu tersebut, jadi kadang tidak ada masalah apabila membawakan bahan lawakannya dengan benar. Namun di daerah-daerah tertentu, isu-isu tersebut bisa menyulut kemarahan kelompok tertentu yang meyakini bahwa hal-hal seperti agama adalah suci dan tidak boleh dijadikan lelucon. Saya melihat contoh dari comic yang salah menempatkan bahan lawakan di Metro TV (saya lupa namanya dan kesalahannya) yang akhirnya pihak Metro TV menyuruh comic tersebut meminta maaf atas lawakannya yang menyinggung  beberapa pihak.




Well, meskipun begitu, saya cukup menikmati seni komedi tunggal ini. Bagi saya sendiri, saya tidak begitu peduli dengan isu-isu tersebut selama data dan fakta yang dijadikan bahan lawakan itu benar dan tentu saja dibawakan dengan cerdas dan lucu. Terlepas dengan etis atau tidaknya, saya hanya ingin menikmati seni ini dengan pola pikir yang lain. Terlalu banyak kemarahan dan kebencian yang disebarkan melalui media. Belajar tertawa dengan pikiran terbuka adalah salah satu proses untuk menikmati hidup saat ini di negeri ini.




1 komentar:

  1. Tidak ada tertawa yang mudah dilakukan selain mentertawakan diri sendiri. Dan menemukan definisi nongkrong adalah salah satunya :-)

    BalasHapus