Selasa, 07 Mei 2013

Malam Minggu Jomblo


Malam minggu adalah malam penantian. Penantian untuk istirahat sejenak dari kejenuhan rutinitas. Penantian untuk penggemar British Premier League menyaksikan laga tim kesayangannya. Dan, tentu saja penantian sepasang kekasih yang karena keadaan memaksa mereka untuk hanya bisa (kadang) bertemu pada malam minggu. Tapi kali ini saya gak ngomongin tentang cinta yang terpisahkan jarak, namun mari kita omongin para makhluk pengharap cinta, para jomblo.

Penantian Tak Berujung 
Bagi para penggiat jomblo, malam minggu adalah malam dimana mereka mempersiapkan kesibukan yang luar biasa agar terhindar dari cemoohan masyarakat yang memberikan stigma “ngenes” kepada mereka. Di malam minggu, para penggiat jomblo ini akan tiba-tiba berubah menjadi pribadi yang lain. Gamers, Anak Nongkrong, Fans United, Movie Goers, bahkan Bloggers. Dengan seribu satu alasan, mereka selalu bisa ngeles macam Bajaj membelah kemacetan Ibukota pada pukul  4 sore. Namun para penggiat jomblo dalam “kesibukan” malam minggunya, mereka tidak bisa menyembunyikan kesepian hatinya. Ibarat Joseph Gordon-Levitt merindukan sosok pasangan sempurna namun terkena friendzone level Zooey Deschanel pada film 500 Days of Summer, mereka diam-diam menitikkan air mata dan mengumpat,”Why always me?!”

Konsep malam minggu bagi para penggiat jomblo ini sangatlah sakral, menggeser posisi malam jumat sebagai nominasi hari paling mistis dalam seminggu. Bukan pocong, kuntilanak, atau setan-setan mesum langganan film horror Indonesia yang membuat mereka takut. Mereka hanya takut melihat satu hal. Pasangan muda mudi yang sedang kasmaran. Ketika berjalan di bawah suasana malam minggu, mereka akan membawa tasbih, rosario, japamala, kalung mutiara atau apapun yang bisa membantu mereka berdzikir dan fokus untuk menatap ke depan. Untuk mencoba tidak menghiraukan pasangan muda-mudi yang berpapasan di jalan dan menimbulkan angin dingin di kuduk ketika tidak sengaja bersentuhan dengan mereka. Merinding.
Tapi mari kita berikan standing ovation untuk para jomblo pemberani yang berani melintasi malam minggu dengan kesendiriannya. Sebaliknya, para jomblo penakut hanya berani menghabiskan malam minggunya di rumah. Berdoa agar hari segera berganti, ayam jantan segera berkokok dan Matahari segera berikan diskon khusus untuk para jomblo di atas lima tahun.

Freedom! But Single.
But, let's don't blame them if they choose to be a single. 
Mereka bukannya tidak mau pacaran, tapi lebih ke tidak mampu. Tidak mampu mengutarakan perasaannya kepada orang yang di suka dan akhirnya orang tersebut berpacaran dengan orang lain, atau lebih parah, teman sendiri. Sakit. Rasanya kayak belajar naik sepeda di jalan raya, kesrempet becak, jatuh, kelindes kereta kelinci, terus dikencingin anjing kampung. Perih dan malu sob!
So, pesan terakhir buat para penggiat jomblo. Beranilah bilang cinta sebelum kalian kelindes kereta kelinci terus dikencingin anjing kampung. Setidaknya kalian sudah mencoba.

Rabu, 03 April 2013

Berani Berubah

"Sometimes, the biggest act of courage is the smallest one" - Lauren Raffo

Saya gak tau siapa Lauren Raffo, tapi saya suka kutipan kalimat yang gak sengaja saya lihat ketika googling bout bravery quotes. Maklum saya jarang baca buku, sejarang saya ganti sprei tempat tidur.
Kutipan itu membuat saya bermeditasi, evaluasi, merenung sembari download serial Arrow beberapa hari ini. Saya mengevaluasi setahun kehidupan yang sudah saya jalani. Ehm, mungkin setahun beberapa bulan. Dan ternyata banyak perubahan besar yang saya alami dalam hidup saya. I have to say Wow!

Mulai dari bapak yang terkena stroke, membuat bapak saya seorang yang adidaya menjadi lemah tak berdaya. Saya sedih, amat sangat. Kemudian masalah keuangan keluarga yang tabu saya tulis disini. Namun ada juga perubahan besar dalam hal positif seperti diterimanya saya kerja di perusahaan media, lulusnya adik saya setelah lima tahun kuliah, masih hebat saya yang lulus tujuh tahun kuliah dan usia pacaran saya dengan yang-tersayang-tuan-puteri-Anastasia Hapsari yang sudah empat tahun lebih. By the way, yang tanya kapan nikah, saya doakan bisulan di ketiak.

Perubahan-perubahan besar dalam hidup saya selalu saya syukuri. Terdengar klise tapi memang itu adanya. Dulu saya bermimpi untuk bisa setiap tahun jalan-jalan ke luar negeri. Atau keliling Indonesia. Menjelajahi tempat-tempat aneh dan eksotis macam Machu Pichu, Stonehenge, Pulau Paskah, Old Trafford, The Burj Al Arab, Jembatan Millau, Great Wall of China dan Hawaii. Well, setelah dipikir-pikir beberapa tempat mungkin harus dicoret karena hanya Tony Stark yang mampu kesana. Masih ada mimpi yang lainnya sih, namun setahun belakangan ini harus ditunda dulu semua. Bekerja keras macam kerbau penarik pedati yang hanya berhenti ketika sampai di tujuan, menjadi perubahan terbesar yang harus ditopang dengan tanggung jawab besar sebagai anak sulung ketika bapak sudah tidak mampu bekerja untuk sementara. No, no, no. I'm not making a diary, i just tell a story. Banyak referensi kehidupan tokoh-tokoh sukses di usia muda yang kadang menjadi motivasi untuk terus berkembang, selain senyuman dari mbak pacar tentunya. Doa ibu dan curhatan bapak pun sebagai pelecut semangat saya untuk mengumpulkan materi. Memikirkan kehidupan yang layak bagi keluarga saya nantinya juga sudah ada dalam benak saya. Oh, how I miss my childhood.

Mungkin hanya Andik Vermansyah yang bisa memaksimalkan peluang ketika menang lawan Singapore dengan gol indahnya melalui free kick, karena saya merasa banyak peluang hebat yang saya dapat hilang dalam sekejap. Entah saya yang terlalu nekat mengambil peluang atau karena hitungan matematis yang tidak pernah tepat, since i always got 5 in math's test. Saya sementara menyerah pada keadaan dan berharap muncul keajaiban seperti comeback yang sering dilakukan Manchester United musim ini. Keajaiban pun muncul dengan kabar saya diterima kerja di perusahaan media terbesar kedua di Solo. Saya menyumpahi diri saya sendiri untuk bisa membawa perusahaan ini menjadi lebih baik dan tentu saja lebih keren. Hei, saya tetap berpedoman dengan pepatah "Manusia mati meninggalkan nama", ketika saya nanti akhirnya keluar dari perusahaan tersebut, saya harus meninggalkan sesuatu yang hebat disana.

Sekarang saya sudah bekerja sebagai seorang Account Executive. Namun meskipun punya sumpah untuk membawa perusahaan menjadi lebih keren, saya masih tetap memikirkan banyak kemungkinan bisnis yang bisa saya lakukan, karena saya sadar sebagai seekor lebah pekerja takkan mampu menjaring banyak makanan seperti seperti seekor laba-laba dengan jaringnya. Kadang dalam hidup harus menjadi seekor lebah pekerja sekaligus laba-laba dengan jaringnya. Memulai dari bawah dan mengesampingkan ego saya guna mendapatkan pengalaman terbaik. Berjalan pelan tapi pasti. Mengumpulkan banyak bekal seperti seorang musafir Mongolia yang hendak menyeberang Gobi, berdoa semoga tidak salah perhitungan lagi dan mati kehausan di tengah gurun, namun akhirnya mampu menembus jalur sutra menuju Cina utara dan sukses menjadi saudagar Sutra di Beijing. Well, we need a courage to take a small step to make a great change.


Sabtu, 12 Januari 2013

Belajar Tertawa


Komedi Tunggal atau lebih dikenal dalam istilah asingnya yaitu Stand Up Comedy menjadi suatu kesenian lama yang kembali populer. Istilah asing untuk menamai suatu seni lawak monolog yang biasanya mengangkat isu-isu keseharian ini dimunculkan kembali oleh beberapa artis seperti Pandji Pragiwaksono dan Raditya Dika. Komedian senior macam Basiyo, Butet, dan Tauvik Savalas juga sering menampilkan seni lawak yang satu ini, namun belum menggunakan istilah populernya, stand up comedy.


Malam itu, untuk pertama kalinya saya menonton Stand Up Comedy di Jogja dengan Headlinernya Pandji Pragiwaksono dan dibuka oleh beberapa comic lokal Jogja dan satu comic dari Jakarta. Lucu, aneh, miris, lucu lagi. Itu kesan yang saya peroleh ketika pertama kali secara live menonton kesenian ini. Saya bukan orang yang humoris, bukan pula orang yang kritis, jadi ketika melihat mereka tampil dengan pintarnya "nyinyirin" diri sendiri dan sekitarnya saya merasa sangat antusias.

Antusias karena penasaran dengan hal-hal apa yang akan "dinyiyirin", antusias karena pengen tahu bagaimana mereka membawakan materi yang kadang banyak diambil dari hal-hal biasa namun terlewat oleh saya dan tentu saja antusias dengan ekspresi penonton yang pasti memberikan penilaian secara tidak langsung kepada para comic.


Setelah diam, tertawa, motret, tertawa lagi, diam lagi, tertawa, ngemil, tertawa lagi selama kurang lebih 2,5jam saya jadi berpikir, seandainya semua orang bisa menertawakan diri sendiri seperti kami yang ada disini, pasti gak ada ya yang namanya kerusuhan, perkelahian dan tindak kekerasan lainnya. Saya jadi tersadar bahwa manusia itu perlu berkepala dingin. Manusia perlu santai untuk hal serius. Manusia perlu bercanda dengan dirinya sendiri. Manusia perlu tersenyum kepada sifat buruknya. Yup, manusia perlu belajar tertawa. Belajar menertawakan diri sendiri.

Tertawa itu susah ketika kita harus mendengar orang lain "nyinyirin" hal yang berarti buat kita. Lucu dan memang ada benarnya, namun ketika hal yang sangat berati untuk kita dibuat lelucon oleh orang yang tidak benar-benar paham artinya untuk kita, rasanya pengen banget nonjok dan buang dia ke Lubang Neraka Uzbekistan!
Dikarenakan saya orang plegmatis, maka saya hanya memendam apabila ada hal-hal yang gak "sreg" di hati saya. Beruntung bahan lawak para comic malam itu tidak ada yang benar-benar mengena di hati saya.



Orang pintar menurut saya adalah orang yang mampu menempatkan dirinya dalam segala situasi. Berlaku pula untuk para comic yang notabene dijuluki sebagai komedian cerdas agar mampu menempatkan dirinya ketika beraksi. Berbeda tempat, berbeda pula hal sensitifnya. Isu Sara, Sex, Difabel biasanya menjadi isu yang "kalau bisa" dihindari untuk dijadikan bahan lawakan karena sensitifitas yang tinggi dari isu-isu tersebut. Indonesia contohnya, di daerah perkotaan mungkin banyak orang yang sudah "open minded" tentang isu-isu tersebut, jadi kadang tidak ada masalah apabila membawakan bahan lawakannya dengan benar. Namun di daerah-daerah tertentu, isu-isu tersebut bisa menyulut kemarahan kelompok tertentu yang meyakini bahwa hal-hal seperti agama adalah suci dan tidak boleh dijadikan lelucon. Saya melihat contoh dari comic yang salah menempatkan bahan lawakan di Metro TV (saya lupa namanya dan kesalahannya) yang akhirnya pihak Metro TV menyuruh comic tersebut meminta maaf atas lawakannya yang menyinggung  beberapa pihak.




Well, meskipun begitu, saya cukup menikmati seni komedi tunggal ini. Bagi saya sendiri, saya tidak begitu peduli dengan isu-isu tersebut selama data dan fakta yang dijadikan bahan lawakan itu benar dan tentu saja dibawakan dengan cerdas dan lucu. Terlepas dengan etis atau tidaknya, saya hanya ingin menikmati seni ini dengan pola pikir yang lain. Terlalu banyak kemarahan dan kebencian yang disebarkan melalui media. Belajar tertawa dengan pikiran terbuka adalah salah satu proses untuk menikmati hidup saat ini di negeri ini.




Senin, 12 November 2012

Ageman

Beberapa saat yang lalu sahabat dari pacar saya (untuk seterusnya saya singkat jadi "si sahabat") memutuskan untuk menikah. Seperti kebanyakan orang Indonesia yang masih berpandangan bahwa agama adalah hal yang harus dinomorsatukan ketika menjalin hubungan dengan seseorang, si sahabat itu kalau istilah anak jaman sekarang sedang galau, karena berbeda agama dengan calon suaminya. 
Dia beruntung karena keluarganya setuju saja kalau dia berpindah agama. Persoalannya adalah si sahabat yang hatinya masih bergejolak apakah dia akan pindah atau putus dengan calonnya karena si calon juga tidak mau mengalah dengan pindah ke agama si sahabat. Saya tidak punya posisi untuk menasihati dia, jadi saya hanya mendengarkan ( saya buruk dalam hal ini) cerita pacar saya tentang si sahabat. 
Saya jadi teringat cerita bapak ibu saya yang dulunya juga berbeda agama. Konflik yang diterima bapak ibu saya melebihi apa yang diderita si sahabat. Ibu saya sampai harus dikurung di sebuah rumah kecil oleh kakak simbah saya atau istilah jawanya "Mbahdhe". Simbah saya sebenarnya tidak begitu ada masalah, namun karena ibu saya lebih lama tinggal dengan mbahdhe saya, beliaulah yang merasa paling "dikhianati". Pun begitu dari pihak bapak saya, dapat penolakan dari ibunya, tapi toh akhirnya mereka menikah juga dan sampai sekarang hidup bahagia dengan berbagai permasalahan rumah tangga tentunya.
Cerita ini membuat saya berpikir lagi. Agama dalam bahasa jawa bisa diluas-artikan sebagai "ageman" atau pegangan untuk hidup. Suatu pegangan untuk hidup kalau benar-benar dari hati seharusnya tidak bisa berubah apapun resikonya. Tapi rupanya masih banyak dari kita yang tidak mempunyai pegangan hidup yang benar-benar dari hati. Walaupun pegangan hidup yang saya maksud disini adalah agama, namun pegangan hidup dalam arti luas bisa jadi apapun yang menurut saya pribadi mampu membuat hati seseorang tentram dengan mengikutinya seumur hidup. Bukan narkotika ya, hal itu hanya penentram palsu, tapi hal-hal seperti alam, batu, hewan pun apabila diambil sifat baiknya bisa jadi sebuah pegangan hidup karena sebuah pegangan hidup seharusnya mampu membuat hidup individu menjadi lebih baik. 
Saya berani bertaruh di negeri ini masih banyak orang yang mengikuti suatu agama hanya karena dia dilahirkan dari keluarga beragama tertentu dan dengan terpaksa mengikuti agama tersebut. Hanya sedikit yang berani memilih agama atau kepercayaan yang sesuai dengan hatinya. Sayang sekali masih banyak juga yang memaksakan kepercayaannya sampai harus melakukan kekerasan, masih banyak yang tidak paham bahwa agama dan kepercayaan adalah benar-benar hal yang pribadi yang hanya mampu dipahami seorang individu. 
Beragama atau berkepercayaan bukanlah tentang benar dan salah ataupun tentang dosa dan pahala. Beragama atau berkepercayaan adalah tentang ketentraman hati, tentang kenyamanan hidup, dan tentang ketenangan jiwa. 
Apa yang saya tulis adalah sebuah pemikiran umum, saya tidak memunculkan pemikiran baru, namun hanya mengingatkan kembali, bahwa agama atau kepercayaan yang dianut secara benar dan dari hati, mampu membuat pribadi dan sekitarnya hidup lebih baik. Jadi, buat si sahabat apabila dia baca tulisan saya, ibu saya pernah bilang begini, "kalau kamu percaya terhadap sesuatu, lakukanlah. Tapi kalau kamu tidak percaya, jangan lakukan."

Sabtu, 12 Mei 2012

Granada



Granada adalah singkatan dari Grha Taruna Pemuda, sebuah nama karang taruna di Perumahan Griya Yasa, Gentan, Baki, Sukoharjo. Didirikan sekitar tahun 2002 atas dorongan bapak-bapak perumahan biar anak mudanya berkreasi dan saling mengenal satu dengan lainnya. Sebenarnya gak perlu karang taruna juga anak Griya Yasa dari kecil udah pada maen bareng terus tiap sore, tapi ada sebagian anak-anak yang pemalu yang gak pintar bergaul. Untuk itulah karang taruna ini ada,untuk mengajak anak-anak lain maen bareng, bersosialisasi di perumahan, bikin acara seru bareng.



Sayangnya waktu angkatan saya sudah mulai kuliah, sudah mulai jarang maen bareng lagi, walaupun pas 17an pasti kumpul lagi. Saya sendiri kuliah di Jogja, ada beberapa anak yang pindah ke luar kota juga, mulai sepi di perumahan, gak ada lagi yang maen bola bareng tiap sore, sudah pada sibuk sendiri-sendiri dengan tugas kuliahnya. Puncaknya adalah ketika beberapa anak sudah mulai lulus kuliah, diterima kerja di luar kota, luar pulau, ada juga yang pindah rumah, Granada sempat bertahan sesaat, namun akhirnya sekarang koma.

Koma bukan mati, karena generasi baru muncul, anak-anak SD-SMP mulai ramai tiap sore bermain di lapangan, tiap malem nongkrong di hik bang Kirno,cuma mereka masih berkelompok sendiri-sendiri, belum menyatu. Tugas Granadalah menyatukan mereka. Semoga pengurus baru mau aktif berkumpul lagi meregenerasi Granada.

Senin, 26 September 2011

Gajah Diblangkoni

Minggu kemarin saia mendengarkan khotbah dari Romo di misa mingguan..
Romo bercerita tidak seperti di bayangan orang-orang bahwa ketika kita nanti mati, di jalan menuju surga atau neraka ada malaikat yang membawa buku penghakiman berisi debet dan kredit kita di dunia, bila lebih banyak kreditnya kita akan masuk neraka dan bila lebih banyak debetnya kita akan masuk surga.
Semua itu salah, karena Tuhan adalah pelupa.
Yup, Tuhan tidak pernah menghitung kebaikan dan kesalahan yang kita lakukan semasa hidup, surga dan neraka tidak bisa dimasuki secara matematis. Tuhan punya kehendak lain yang lebih luar biasa, Tuhan menentukan kehidupan kita setelah kematian dengan satu hal, yaitu Niat.
Sederhana namun rumit.
Ada sebuah cerita di Alkitab mengenai dua orang anak yang disuruh oleh Bapanya untuk mengerjakan ladang anggur.
Anak sulung langsung menjawab,"baik Bapa", namun yang terjadi dia tidak melakukan perintah Bapanya.
Lalu anak bungsu menjawab,"tidak mau!", namun kemudian dia menyesal dengan apa yang dia katakan dan pergilah dia melakukan perintah Bapanya.
Itulah yang dinamakan niat. Bila diaplikasikan ke negara kita sekarang, masih banyak orang berperan sebagai anak sulung tersebut.
Manis di ucapan namun pahit di perbuatan, janji dan janji yang selalu terucap namun nol besar dalam perbuatan. Seperti kata Alkitab (salah satu referensi saya, karena saya sebagai orang khatolik) juga, pelacur dan penarik cukai adalah orang-orang yang akan masuk ke surga duluan daripada para pemuka agama, semua yang kelihatan baik di permukaan belum tentu diiringi dengan hati dan niat yang tulus juga.
Lihat di jaman sekarang ini malah ahli-ahli Hukum yang banyak mengingkari hukum dan ahli-ahli agama yang banyak mengingkari agama. Korban-korban mereka adalah orang-orang yang diberi stigma negatif oleh para ahli tersebut, namun begitu belum tentu Tuhan juga memberi stigma yang sama dengan yang manusia beri. Ketika para pejabat dan pemuka agama saling ngoceh tentang kebaikan dan janji-janji manis, ketika para orang "atas" itu selalu memotivasi, memberikan pidato, berbicara besar dan berdakwah dengan mengatakan jangan menyerah tapi mereka sendiri tidak bisa melakukan apa yang mereka katakan, saat itu rakyat golongan bawah menangis menjadi korban akibat efek yang mereka tabur..
Tidak ada niat dalam ucapan mereka.
Wong-wong kui arane Gajah diblangkoni, isone mung khotbah ning raiso nglakoni.

Senin, 19 September 2011

kisah kasut

dia yang selalu berdua..
melengkapi dalam persamaan..pembedanya hanyalah arah dan waktu pijakan..
dia yang selalu bersama..
bangga dalam penderitaan..berduka dalam kesenggangan..
dia yang tak mungkin menjadi tiga..
setia sejak dilahirkan..tidak mengenal pengkhianatan..
dia yang bersimbah kotoran..
berkawan dengan lumpur pembuat nyaman..
dia yang terbuang..
hal lama terlupakan..hal baru didewakan..
dia yang diimpikan..
sejak sajak dibacakan hingga sajak dimatikan..